Halaman

Minggu, 17 Februari 2013

ULTRAS ITALIA


ULTRAS ITALIA

 


Ultras tidak bisa lepas dari tanah italy, Ultras pertama dalam sejarah Italia adalah sekelompok pendukung klub sepakbola berusia sekitar 15 sampai 25 tahun yang jelas dapat dibedakan dengan model klasik pendukung sepakbola dewasa, yang lahir sekitar akhir tahun 1960an dan awal 1970an. Mereka biasanya berkumpul di bagian paling murah di stadion, biasanya para ultras italia berkumpul di tribun belakang gawang yang lebih di kenal dengan CURVA(curva nord, curva sud) dan biasanya mereka mendapat keringanan tiket oleh klub, dan dengan segera mereka menjadi sebuah karakter unik dari keseluruhan sepak bola Italia. Mereka sangat dapat dibedakan dengan penonton biasa yaitu mereka selalu berkumpul membentuk kelompok- kelompok dengan banner berukuran raksasa bertuliskan nama kelompok (berdasarkan tempat terbentuknya atau kesamaan orientasi politik) dan memakai pakaian- pakaian militer (hardcore ultra) dengan aksesoris wajibnya yaitu parka, sepatu boot Dr. Marten, pakaian perang dan jaket yang dikalungi syal dengan warna klub yang mereka cintai. (sangat kontras dengan penampilan supporter di Indonesia).

Para ultras biasanya mewakili suatu ideologi, politik, fasisme dan dengan latar belakang yang lain, begitu juga di italia Peran para ultra dalam perubahan sebuah klub di Italia lebih besar perannya dibanding para hooligan di tanah Inggris.

Ultras pertama dan tertua di Italia adalah Milan's Fossa dei Leoni ( Sarang Singa ) yang didirikan pada tahun 1968, yang kemudian menetap di bagian paling murah di stadion San Siro di sektor 17. Kemudian pada tahun 1969 muncullah Ultras Sampdoria (kelompok pertama yang menyebut diri mereka ultras), diikuti oleh "The Boys" dari Inter Milan. Dan pada tahun 1970an banyak bermunculan ratusan kelompok-kelompok kecil di stadion yang kemudian membentuk kelompok besar seperti Yellow-blue Brigade Verona, Viola Club Viesseux Fiorentina ( 1971), Naples Ultras (1972), Red and Black Brigade Milan, Griffin's Den Genoa dan Granata Ultras Torino (1973), For Ever Ultras Bologna (1975), Juventus Fighters (1975), Black and Blue Brigade Atalanta (1976), Eagle's Supporters Lazio dan Commando Ultras Curva Sud (CUCS) Roma (1977).   

Kode etik ultras

Di sepakbola Italia, Ultras dikenal sebagai Tuhan didalam stadion, merekalah yang berkuasa. Biasa bertempat di tribun di belakang garis gawang, dimana di tribun tersebut memiliki kekhususan, yaitu polisi tidak diperkenankan berada di tribun ini atau muncul masalah. Seperti kita lihat pada partai derby, Roma - Lazio, dimana ultras dapat membatalkan pertandingan dengan isu ada anak kecil yang ditembak polisi.

Di Italian ultras ini, mereka memiliki tradisi, yaitu pertempuran antar grup ultras, artinya sah-sah aja kalo salah satu grup ultras berkelahi dengan grup ultras lainnya, dan sebagai bukti kemenangan, maka bendera dari grup ultras yang kalah akan diambil oleh sang pemenang. Kode etik dari ultras lainnya ialah, seburuk apapun para tifosi ini mengalami kekejaman dari tifosi lainnya, maka tidak diperkenankan untuk lapor polisi.

Hal inilah yang membuat salah satu grup ultras Milan yaitu Fossa Dei Leoni (FDL) dinyatakan bubar, karena menjelang pertandingan Milan melawan Juventus beberapa musim yang lalu, seorang tifosi garis keras Milan melambaikan bendera Viking Juve.  

Dalam tradisi ultras Italia, apabila ada grup tifosi lain yang memiliki flags/banner dari musuhnya, maka berarti bahwa grup tifosi tersebut berhasil menaklukan atau mempermalukan musuhnya tersebut, tetapi ada syaratnya, bendera tersebut bukan diperoleh dari dicuri, atau diambil tanpa sepengetahuan grup ultras lawan tersebut melainkan harus dari open fight.

Masalah timbul, karena tifosi FDL ini memperoleh bendera Viking JUVE bukan dari open fight, melainkan dari menemukan di jalan. Viking JUVE tidak terima dengan hal tersebut, sehingga mereka mencegat tifosi Milan di Eindhoven setelah partai liga Champions PSV - Milan, mereka mencegat dengan menggunakan senjata tajam dan berhasil merebut bendera FdL.

(Viking Juve)

(Banner FDL yang di rebut Viking)

Timbul masalah, karena hal tersebut, FDL lapor polisi, padahal dalam kode etik italian ultras, polisi adalah hal yang di haramkan alias A.C.A.B (All Cops Are Bastar*s). FdL semakin mendapat tekanan dari grup tifo Milan yang lainnya, seperti Brigate Rossonere, sehingga grup tifosi tertua ini (196 menyatakan mundur dan membentuk grup baru yaitu Guerrieri Ultras. Banyak yang bilang, bubarnya FdL juga disebabkan konflik internal, selama ini FdL lah yang berada di belakang aksi koreografi tifosi Milan, BRN ingin mengambil peran itu.

(Banner IRRIDUCIBILI Inter-Lazio yang di rebut Viking JUVE)

Kekerasan juga menjadi hal yang buruk dalam sejarah ultras di Italia, tetapi diluar itu, mereka juga memiliki kode etik tersendiri dalam kehidupannya. Biasanya grup ultras akan bertempat di suatu tribun di stadion di Italia, dan dipimpin oleh seseorang yang disebut CapoTifoso. Masalah timbul apabila ada seseorang (diluar grup ultras) yang telah memiliki tiket resmi, dan sudah antri untuk masuk ke tribun yang kebetulan ditempati ultras dan mendapat tempat yang nyaman, tetapi ketika grup ultras masuk, maka orang tersebut akan diusir dari tempat duduknya, memang tidak fair. Seorang CapoTifoso juga memiliki kekuatan tersendiri di tribun tersebut, apabila ia memerintahkan untuk melempar benda-benda kelapangan, maka akan dilemparkan benda tersebut ke lapangan, tetapi apabila ia melarang, maka tidak ada satupun tifosi yang berani melawannya.

Kekerasan Di Sepak Bola Italia

Budaya kekerasan dalam dunia sepakbola sering diidentikkan dengan kerusuhan antar suporter maupun perkelahian antar pemain dan ofisial tim. Pandangan tersebut tidaklah salah hanya saja tidak selamanya sepakbola itu selalu penuh dengan kekerasan meskipun sepakbola itu sendiri adalah olahraga yang keras.

Kekerasan dalam sepakbola tersebut merupakan evolusi dari budaya Ultras dan hooliganisme yang saat ini telah berkembang ke seluruh penjuru dunia. Hooliganisme tidak hanya mendorong kekerasan di dalam stadion tetapi juga menyebarkan benih-benih kekerasan di luar stadion. SEPAK BOLA Italia menyimpan cerita kelam. Di sana sering kali muncul kericuhan yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Berikut kekerasan yang pernah terjadi.

Oktober 1979

Seorang fans Lazio bernama Vincenzo Paparelli meninggal sesudah dilempari bom api dalam derby melawan AS Roma.

Maret 1982

Tifosi AS Roma, Andrea Vitone tewas karena Romanisti lainnya membakar kereta yang membawa supporter mereka. Romanisiti melakukannya karena kesal timnya kalah dengan Bologna.

Oktober 1988

Pecah kerusuhan antara suporter Inter Milan dengan Ascoli. Nazzareno Filippini, seorang suporter Ascoli tewas delapan hari sesudah bentrokan karena luka-luka yang dideritanya sewaktu diserang pendukung Inter.

Januari 1995

Sebelum pertandingan melawan AC Milan, seorang fans Genoa, Vincenzo Spagnolo tewas tertusuk pisau.

Juni 2001

Partai Catania vs Messina membawa korban. Seorang penonton bernama Antonio Curro mati akibat terkena ledakan bom rakitan.

September 2003

Napoli terpaksa memainkan lima pertandingan tanpa penonton akibat perkelahian yang muncul di lapangan dalam pertandingan melawan Avellino. Dalam insiden itu 30 polisi cedera dan seorang fans bernama Sergio Ercolano tewas terjatuh dari tribun.

Maret 2004

Derby della Capitale lagi-lagi memicu kerusuhan. Suporter Roma turun ke lapangan untuk menemui kapten Francesco Totti agar menghentikan pertandingan. Hal itu dilakukan karena ada rumor polisi membunuh seorang suporter.

September 2004

Pertandingan antara Roma dan Dynamo Kyiv di Liga Champions ditunda karena wasit Anders Frisk terluka akibat terkena korek api yang dilemparkan suporter dari tribun.

April 2005

Kiper Milan, Nelson Dida cedera setelah dilempati kembang api oleh suporter Inter di dalam pertandingan perempat final Liga Champions 2004-05. Pertandingan itu akhirnya dihentikan.

Februari 2007

Seorang polisi bernama Filippo Raciti terbunuh dalam kericuhan antarsuporter Palermo dan Catania

November 2007

Gabriele Sandri, seorang fans Lazio meninggal karena terkena peluru nyasar yang ditembakkan polisi untuk meredakan kerusuhan antara suporter Lazio dengan Juventus.

As Roma Vs Juventus

Ultras juga tidak cuma bertempur dengan ultras klub rival tapi juga kadang sesama ultras yang mendukung satu klub tapi beda kelompok kadang juga saling bentrok satu sama lain. Bahkan saling bunuh membunuh, itu yang terjadi pada tahun 2007 an sesama ultras milan juga bentrok, antara anggota Brigade rossonere dengan anggota Comando tigre penyebabnya gara-gara rebutan pengaruh di curva sud, sama halnya di juventus, sesama ultras juga ribut, antara Tradizione (ex Fighter) + viking dengan Drughi yang menyebabkan capo Drughi Dino Rivoli tewas pada saat itu tahun 2006 after friendly match lawan alessandria, alasannya juga rebutan pengaruh di curva scirea(curva sud), tapi sekarang masalah rebutan pengaruh di curva scirea sudah tidak ada seiring kepindahan ex ultras curva nord ( viking, tradizione,nucleo(N.A.B), gruppo marche 93) ke curva sud bahkan pas lawan milan mereka bikin koreografi bersama bentrok ultras sesama club di luar italia juga ada ultras PSG boulougne boys dengan tigris mystic penyebabnya perbedaan ras, boulougne boys anggotanya asli orang kulit putih dan anti imigran kalo tigris mystic kebanyakan imigran dari afrika utara (maroko, tunisia, aljazair) yang berkulit hitam bahkan bentrokan antara ultras PSG sempat jadi isu nasional hingga sampe pemerintah perancis membubarkan kedua ultras tersebut.

Terkadang kalau di fikir memang seperti aneh ataupun memalukan tapi di dalam dunia ultras dan kefanitakan kejadian seperti itu adalah hal yang biasa dan jika sesama keluarga ada sebuah perbedaan prinsip dan ideologi itu hal yang tidak memalukakan dan tidak pula aneh, walaupun ultras terkadang mengesampingkan akal sehat karna terkadang terpengaruh alkohol atau pun obat-obatan.

Begitulah fenomena ultras di italia, terlepas dari segala bentuk kontrofersialanya para ultras terkadang sangat kreatif dengan koreografinya.

FOOTBALL WITHOUT ULTRAS IS NOTING..!!

Seorang Ultras Sejati Tidak Memiliki Nama

Seorang Ultras Sejati Tidak Memiliki Nama

Seorang Ultra sejati tidak memiliki nama -hanya teman dekat yang mengetahuinya-. Seorang Ultra sejati tidak dikenal oleh orang lain, kepalanya selalu tertutup oleh “hood”, hidung dan mulutnya selalu ditutup oleh syal. Seorang Ultra sejati tidak mengikuti mode dan hal teranyar lainnya. Saat seorang Ultra berjalan dikeramaian, kendati tanpa logo supporter, dia akan mudah dikenal orang lain.

Seorang Ultra sejati hanya menyerang jika diserang dan akan menolong jika diperlukan. Seorang Ultra sejati tidak akan berhenti kendati tiba di rumah dan membuka syalnya. Ultra Sejati akan selalu bertarung tujuh hari dalam seminggu.

Ultra tua akan memimpin dan memberikan contoh kepada yang muda. Ultra muda harus memberikan rasa hormat kepada yang tua. Ultra muda akan merasa bangga jika berdiri berdampingan dengan yang tua, mereka akan belajar dari kritikan si tua. Yang muda akan bersemangat jika mendapat jabatan tangan erat dari yang tua.

Saat orang normal melihat tingkah laku Ultra, mereka tidak akan mengerti, tetapi Ultra memang tidak ingin dimengerti atau menjelaskan arti keberadaan mereka. Setiap Ultra berbeda; ada yang mengenakan logo supporter atau tim ada juga yang tidak pernah menggunakan keduanya. Ada yang bepergian dalam sebuah kelompok ada yang pergi secara individu.

Kendati berbeda, satu hal yang membuat mereka bersatu adalah kecintaan terhadap klub, hasrat mereka untuk berdiri selama 90 menit tidak peduli hujan atau dingin. Mereka bersatu dan menghangatkan diri dengan teriakan keras dan serempak, bersatu kendati tertidur setengah mabuk di sebuah kereta atau bis yang membawa mereka pada pertandingan tandang, bersatu karena konvoi di pusat kota tim lawan, bersatu karena berbagi sedikit makanan setelah berjam-jam menahan rasa lapar, bersatu karena berbagi sebatang rokok, bersatu karena berpenampilan sama, bersatu karena idealisme, bersatu karena memiliki MENTALITAS yang sama.

Semua hal diatas menyatukan kami sekaligus menjauhkan kami dari bagian dunia yang lain; dari orang tua yang khawatir, dari sepupu yang bodoh, dari teman sekolah atau rekan kerja, dari guru atau bos yang tidak memiliki rasa toleransi. Ultras tidak pernah melakukan vandalisme atau kekerasan tanpa alasan. Ini hanya cara untuk bertahan dari hidup yang sudah terkena krisis masalah sosial, acara televisi yang bodoh, disko yang terus menerus menarik anak muda dan terpenting tindakan represif yang tidak dapat dibenarkan (polisi dan federasi).

Menjadi Ultra adalah seperti ini dan masih banyak lainnya seperti emosi dan hasrat yang tidak dapat dijelaskan kepada orang lain yang tidak mau mengerti atau kepada orang yang biasa memutar kepala dan melanjutkan hidup di balik kaca, orang yang tidak memilik cukup NYALI untuk menghancurkan kaca dan memasuki DUNIA KITA!

Kamis, 14 Februari 2013

Perbedaan Ideologis


Perbedaan Ideologis

Perbedaan idologis itu banyak pengertiannya Mulai dari kelas sosial, ideologi politik, agama, 

hingga etnis, Contohnya :
Herri Norte (ultras Athletic Bilbao) pro separatis Basque di Spanyol

Legione Granata (ultras Rapid Bucharest) yang berjuang untuk kesetaraan kaum Gypsi di Rumania

Tigris Mystic (ultras Paris Saint Germain) yang berhaluan sosialis dan berjuang untuk hak2 imigran Arab-Negro di Pr...ancis.

Jungle Bhoys (casual Glasgow Celtic) yang pro pemberontak Katolik IRA di Irlandia Utara.

Kelompok ultra kadang-kadang dikaitkan dengan politik, seperti rasisme, anti-rasisme, nasionalisme atau anti-kapitalisme. Selain itu, salah satu gerakan yang tumbuh dalam kelompok-kelompok ultra yang melampaui kiri-kanan tradisional politik adalah perlawanan terhadap komersialisasi sepak bola.

Awal lahirnya klub Lazio dan As Roma ini dalangnya yah si mussolini ini, dia menanamkan Fasisme ke dalam sepakbola.
Derby della Capitale juga dikenal sebagai Derby Capitolino il atau Derby del Cupolone atau Derby del Colosseo atau Derby dellUrbe, adalah pertandingan antar dua tim sepakbola utama yang berdomisili di kota Roma, yakni Associazione Sportiva Roma (AS Roma) dengan Societa Sportiva Lazio (SS Lazio).

1. Penduduk kota Roma meyakini bahwa Derby della Capitale adalah lebih
dari sekadar permainan.

2. AS Roma merupakan merger dari tiga klub lokal di kota Roma, yaitu: Roman, Alba-Audace, dan Fortitudo yang diperintah oleh rezim fasis saat itu (Benito Mussolini) yang berkeinginan membentuk klub sepakbola di kota Roma yang mampu menandingi dominasi klub-klub di utara Italia.

3. Berkat pengaruh seorang jenderal fasis (Giorgio Vaccaro), Lazio menjadi satu-satunya klub di Roma yang menolak adanya merger, hal inilah yang pada awal mulanya memunculkan persaingan antara kedua klub. Derby della Capitale pertama berlangsung pada tanggal 8 Desember 1929, yang dimenangkan oleh Roma dengan skor 1-0 (saat itu masih berlangsung di stadion Campo Rondinella).

4. Fakta bahwa kedua klub membenci klub-klub dari utara Italia, terlebih mereka tidak memenangi banyak piala sebagaimana klub-klub raksasa itu, menjadikan Derby della Capitale sebagai kesempatan untuk membuktikan siapa yang lebih dominan di ibukota (Roma).

Secara historis, pendukung AS Roma merupakan penduduk daerah selatan kota Roma yang berhaluan politik sayap kiri (sosialis/demokrasi sosial). Sementara itu, suporter Lazio cenderung berasal dari daerah utara kota Roma yang lebih makmur dan beraliran politik sayap kanan (liberal). Perbedaan tingkat sosio-ekonomi dan haluan politik ini yang menambah bumbu persaingan diantara kedua belah fans. Hal inilah yang juga menyebabkan ultras masing-masing fans mengambil tempat yang bertolak belakang di stadion, Ultras Lazio di curva nord dan Ultras Roma di curva sud.

Bagi fans Roma, fans Lazio dianggap sebagai outsider/orang luar, karena asal usul mereka dari luar kota Roma. Sementara bagi fans Lazio, merekalah yang membawa sepakbola ke kota Roma (Lazio telah berdiri sejak 1900, sementara Roma baru muncul 27 tahun kemudian).

Eccezzziunale... Veramente (1982)


Eccezzziunale... Veramente (1982)



Sebuah Film drama komedi tahun 1982 yg di sutradarai oleh Carlo Vanzina yg menceritakan tentang perjalanan dan keseharian seorang Ultras AC Milan yg merupakan anggota dari Fossa Dei Leoni (red FDL) di dalam mendukung klub idolanya. Film yg berdurasi satu setengah jam ini di bintangi oleh Diego Abatantuono seorang aktor Italia yg memainkan tiga karakter sekaligus ...diantaranya; Donato Cavallo(karakter utama ) adalah seorang pemuda yg tinggal di pinggiran kota Milan yg merupakan ketua dari FDL, kemudian Franco Alfano seorang tifosi Inter Milan yg sangat suka bersenang2 dan menghabiskan sebahagian besar waktunya di Bar dan karakter ke tiga adalah Felice detto "Tirzan" seorang supir truk dan tifosi Juventus yg melakukan perjalanan untuk menyaksikan pertandingan Juventus melawan Milan, dimana di dalam perjalanan ini Tirzan sempat menemui beberapa masalah bahkan sampai kehilangan truknya namun hal tersebut tidak menghentikan niatnya untuk menyaksikan pertandingan tim idolanya.

Film ini sangat berbeda apabila di bandingkan dengan film Hooligan yg pernah ada, meskipun memperlihatkan sisi kekerasan didalam sepak bola namun hal tersebut dikemas dengan kekonyolan dan kejadian2 lucu yg sangat mengelitik. Setelah menyaksikan derby Milan atau yg lebih dikenal dengan sebutan Derby della Madonnina FDL terlibat perkelahian dengan salah satu kelompok ultras Inter Milan di salah satu stasiun kereta api bawah tanah, dimana Donato Cavallo berhadapan langsung dengan Mazzulatore Sandrino yang merupakan ketua dari kelompok ultras Inter Milan yg berakhir dengan di rawatnya Mazzulatore Sandrino di rumah sakit dan sempat koma beberapa hari, setelah kejadian ini Donato Cavallo merasa sangat bersalah dan menyesal, kemudian memutuskan untuk menjenguk Sandrino ke rumah sakit dan disinilah Donato Cavallo bertemu dengan Loredana, kemudian mereka saling jatuh cinta dan berpacaran.

Secara keseluruhan film ini sangat menarik untuk ditonton, tidak hanya menceritakan sisi lain dari kehidupan pendukung fanatik sepak bola dengan bumbu2 komedi, film ini tidak mengkesampingkan nilai2 historik dari klub sepak bola yg di tampilkannya, khusus untuk pendukung AC Milan wajib bgt nonton film yg bergenre komedi ini.

Irriducibili Lazio = Perusuh dan Rasis ?


Irriducibili Lazio = Perusuh dan Rasis ?

 

Secara umum kata Ultras bermakna sangat, lebih atau di atas normal. Dalam dunia sepakbola, Ultras merujuk pada kelompok-kelompok terorganisasi pendukung suatu tim sepakbola yang sangat menonjol dalam hal loyalitas, fanatisme dan bentuk dukungannya. Ke-ultras-an suatu kelompok suporter dapat dilihat dari komitmen dan loyalitasnya kepada kesebelasan klub... yang didukungnya. Wujudnya berupa spanduk, nyanyian, yell, gerakan tubuh dan peragaan lainnya saat pertandingan, yang bertujuan mengangkat semangat tim yang didukung dan menjatuhkan mental tim lawan dan pendukungnya. Sejarah terbentuknya kelompok suporter ultras ini tidak begitu jelas, masing-masing kelompok selalu menganggap dirinya sebagai yang pertama. Yang tercatat dalam sejarah, kelompok suporter ultras ini pertama di dunia terbentuk di Brasil tahun 1939 lewat kelompok Torcida Organizada (torcida = ultras) untuk mendukung timnas mereka. Tahun 1950, terinspirasi oleh Brasil, terbentuk kelompok ultras pertama di Eropa, Torcida Split yang mendukung klub Hajduk Split. Kelompok ultras pertama di Italia adalah Fedelissimi Granata, tahun 1951, pendukung klub Torino. Akhir 1960-an kelompok pendukung ultras mulai meluas di Italia ditandai dengan terbentuknya Fossa dei Leoni (AC Milan) pada tahun 1968 dan Boys Le Furie Nerazzurre/Boys LFN (Internazionale) tahun 1969. Sepuluh tahun kemudian, Boys LFN berganti nama menjadi Boys SAN (Boys Squadra d'Azione Nerazzurra yang berarti Boys Black & Blue Action Squad).

Di kalangan Laziali, terbentuk kelompok ultras pertama, Commandos Monteverde Lazio (CML) tahun 1971 dan Gruppi Associati Bianco Azzuri (GABA) tahun 1976, yang akhirnya melebur menjadi Eagles Supporters pada tahun 1977 dan menandai Curva Nord Olimpico sebagai tempatnya. Tahun 1987 terbentuklah kelompok ultras paling fenomenal di Italia, Irriducibili Lazio.

rriducibili Lazio yang disebutnya sebagai kelompok ultras, garis keras, rasis dan pembuat keonaran. Menghindari Irriducibili Lazio berarti menghindari Lazio, karena Irriducibili Lazio adalah kelompok ultras terbesar Lazio, yang meliputi hampir keseluruhan Laziali.

Irriducibili dan Politik
Basis pendukung suatu klub erat kaitannya dengan politik, setidaknya pada saat didirikan. Kelompok ultras terbesar pendukung Lazio (Irriducibili Lazio) dan Inter (Boys SAN) misalnya, jelas berhaluan politik kanan (konservatif, kapitalis, religius, pro-demokrasi) karena memang dari awal Lazio dan Inter didirikan dan didukung oleh kelompok kanan. Sebaliknya, Ultras Roma (AS Roma) dan Fossa dei Leoni (AC Milan) jelas berhaluan kiri (bebas nilai, kelas pekerja, non-religius, fasis-sosialis) karena memang AS Roma dan AC Milan saat berdiri didukung kelompok kiri. Era 70 dan 80-an aroma politisasi kelompok-kelompok suporter ultras sangat kental. Mulai tahun 1990-an kelompok-kelompok ini sedikit demi sedikit melepaskan diri dari dunia politik dan lebih memilih sikap independent, baik terhadap politik maupun manajemen klub. Kelompok ultras hanya mendapatkan kemudahan dari manajemen klub berupa kepastian kuota tiket, penyediaan gudang penyimpanan atribut dan kesempatan masuk stadion lebih awal untuk menyiapkan atribut dukungan.

Kelompok Ultras dan Rasisme

Beberapa kelompok ultras memang kerap melakukan aksi rasisme. Kelompok VIKING di Lazio dan Irriducibili Inter tercatat beberapa kali melakukannya. VIKING pernah menggelar spanduk bertuliskan kata-kata anti Yahudi saat Derby della Capitale (AS Roma memang didukung oleh kelompok usahawan dan suporter Yahudi). Irriducibili Inter pun tercatat beberapa kali melakukan pelecehan terhadap pemain berkulit hitam AC Milan saat Derby della Madoninna. Kedua kelompok ultras ini kerap memasang lambang swastika (lambing Hitler) di spanduknya. Tetapi rasisme ini dilakukan oleh kelompok-kelompok ultras kecil dan justru ditentang oleh kelompok ultras yang mendominasi. Irruducibili Lazio? Salah besar jika menuduh mereka rasis. Di Italia terbentuk suatu gerakan Antifa Ultras, suatu konsorsium ultras yang menentang rasisme dan fasisme dalam sepakbola. Konsorsium Antifa Ultras ini didirikan tahun 1999 oleh tiga kelompok ultras: Irriducibili Lazio, Boys SAN Inter dan Boys sez Roma (Boys sez Roma ini adalah ultras Inter, bukan ultras AS Roma. Merupakan kelompok pendukung Inter yang berbasis di kota Roma).